Risk Managemen Dalam Produksi Pangan
Kebanyakan orang cenderung berpikir bahwa suatu ke
rugian atau kegagalan (loss and failure)
adalah sebuah pengalaman berharga. Sehingga dalam sebuah kehidupan manusia
pasti pernah mengalami loss and failure,
dan hal itu merupakan pembelajaran yang berharga untuk menuju kesuksesan.
Pendapat ini benar, tetapi tidak sepenuhnya benar. Pendapat yang terkenal ini
telah menjadi maindset untuk sebagian orang, sebagai contoh orang yang sedang
merintis bisnis. Hal ini menyebabkan orang cenderung stagnan dalam merespons
tanda-tanda loss and failure yang
akan terjadi. Ketika bisnis akan mengalami kebangkrutan, tentu akan ada
tanda-tanda berupa kerugian yang terus bertambah. Jika kegagalan merupakan
sebuah pelajaran, orang tersebut akan menerima kegagalan kemudian membangun
ulang bisnisnya dari awal dengan “cara” yang berbeda. Padahal, dalam risk management, jika sebuah loss and failure telah menunjukan
tanda-tandanya dan besar kemungkinan terjadi maka kita harus memanage risk
tersebut agar dapat dihindari atau dikurangi.
Dalam risk
management, kerugian atau selisih kerugian yang tidak terjadi adalah
keuntungan. Sebagai contoh kasus, tahun ini perusahaan A mengaplikasikan metode
baru dalam system produksinya.Tetapi
rekap omset dan biaya produksi akhir tahun menunjukan kerugian sebesar
100 M. Jika tahun lalu saat menggunakan metode lama perusahaan mengalami
kerugian 200 M maka, pada dasarnya perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan
dari metode baru sebesar 100 M .
Akan tetapi ada paradoks dari teori risk managemen tersebut yang menyebabkan
banyak pihak enggan mengaplikasikannya. Sehingga kebanyakan pihak lebih memilih
untuk mengalami kegagalan kemudian berbenah, daripada berbenah untuk
menghindari kegagalan. Hal ini terjadi jika kegagalan/kerugian belum terjadi.
Sebagai contoh, kepala Badan Vulkanologi saat itu pernah memerintahkan untuk
melakukan evakuasi darurat dan meningkatkan status Merapi. Saya akan bertanya
jika setelah dilakukan evakuasi ternyata Merapi tidak meletus apa yang terjadi?
Kepala Badan Vulkanologi saat itu akan disalahkan atas kerugian ekonomi yang
terjadi. Tapi kita patut bersukur karena H+1 setelah evakuasi, terjadi ledakan
Merapi yang besar, sehingga kerugian yang lebih besar (korban jiwa yang besar)
digantikan dengan kerugian ekonomi dan (sedikit korban jiwa), atau dalam hal
ini kita telah mendapatkan keuntungan.
Risk
management adalah sebuah kemampuan
yang pasti menggambungkan minimal tiga disiplin ilmu. Disiplin ilmu yang pasti
adalah ilmu statistic dan ilmu management. Ilmu statistic digunakan untuk
menentukan berapa besar peluang terjadinya kegagalan dan seberapa besar dampak
yang akan terjadi. Jika ada sebuah resiko yang memiliki kemungkinan terjadi
kecil dan dampak yang akan terjadi juga kecil, maka kita tidak perlu melakukan
managemen resiko dan menghabiskan dana atau tenaga untuk memanage resiko
tersebut. Berbeda dengan sebuah resiko yang besar kemungkinan akan terjadi dan
memiliki resiko yang catastrophic (dampaknya
sangat besar) maka kita harus melakukan usaha-usaha sebisa mungkin untuk
menghindari atau mengurangi resiko tersebut. Artinya ilmu statistic digunakan
untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan managemen resiko, sendangkan dua ilmu
yang lain yaitu ilmu management dan ilmu yang berkaitan dengan resiko digunakan
untuk menentukan tindakan apa yang digunakan untuk mengurangi resiko tersebut.
Sebagai contoh, jika diketahui akan terjadi hujan
sangat lebat berdasarkan prediksi iklim (pada dasarnya gabungan keilmuan
statistic dan meteorology) maka dengan mengandalkan keilmuan geomorphologi,
arsitektur, dan teknik sipil untuk mengetahui daerah mana yang akan mengalami
banjir parah dan membahayakan dan ilmu management untuk mengambil keputusan
evakuasi. Maka kita akan dapat menghindari korban jiwa yang besar. Dalam ilmu
bisnis, maka prediksi dilakukan oleh statistic, dan akutansi, pengambilan
tindakan dilakukan oleh ilmu management, makro ekonomi dan atau mikro ekonomi.
Artinya hampir semua resiko yang dapat diprediksi dapat dihindari atau
dikurangi, dan hampir semua resiko dengan menggunakan bidang keilmuan yang
berhubungan dapat diprediksi. Bisnis, Bencana, Pertanian dll, sebagian besar
resikonya dapat dipredisi sehingga sebagian besar resiko dapat dihindari atau
dikurangi. Jangan lagi kita menunggu resiko atau loss and failure terjadi melainkan memprediksi loss and failure yang akan terjadi sehingga dapat menghindari atau
mengurangi resiko tersebut.
Lantas apa hubungannya dengan produksi pangan?
Produksi pangan kita sangat merosot akhir-akhir ini karena “cuaca buruk”,
sebenarnya resiko merosotnya produksi pangan dapat dihindari atau dikurangi
karena ”cuaca buruk” dapat diprediksi. Kita harus mengetahui dahulu apa itu Meteorologi,
Meteorologi atau meteorologi terapan adalah ilmu yang mempelajari penerapan-penerapan
keilmuan dalam bidang iklim dan cuaca terhadap pertanian. Tidak
dapat disangkal bahwa iklim salah satu faktor utama dalam pertanian khusunya produksi pangan. Faktor yang mempengaruhi produksi pangan dapat
diringkas menjadi Benih, Unsur Hara, Hama dan Penyakit, dan Iklim (Ketersediaan
Air, Radiasi Matahari, Curah Hujan). Faktor iklim juga mempengaruhi secara
langsung penyebaran hama dan penyakit (kondisi optimal untuk hama atau penyakit
berkembang). Sehingga jika diasumsikan secara kasar (Faktor Hama dan Penyakit
disubtitusi dengan iklim) sangat terlihat bahwa faktor iklim memiliki
kontribusi sebesar 2/4 atau 50%. Dengan memperhatikan faktor iklim, maka
probabilitas keberhasilan produksi pangan dapat ditingkatkan.
Memanfaatkan kondisi iklim sebaik-baiknya akan
meningkatkan probabilitas keberhasilan dalam produksi pangan. Jika dalam masa
awal tanam cabai memerlukan cukup hujan, tetapi pada masa pembuahan curah hujan
yang tinggi menyebabkan gagal panen. Maka, dengan melihat prediksi tiga bulan
atau enam bulan kedepan waktu tanam cabai dapat disesuaikan agar produksi lebih
optimal. Atau dalam kata lain, waktu tanam disesuaikan agar tidak terjadi
kegagalan produksi (production loss). Artinya pemanfaatan kondisi iklim tidak
serta merta untuk meningkatkan produksi tetapi untuk menghindari kerugian.
Dengan mengaplikasikan ilmu iklim dalam produksi
pangan dapat memberikan keuntungan yang besar. Jika kondisi iklim sedang baik,
maka produksi optimal dapat tercapai. Kebalikannya jika kondisi iklim tidak
memungkinkan, maka kerugian yang akan terjadi dapat dihindari. Secara sederhana
hal ini dilakukan dengan menyesuaikan waktu tanam. Walaupun pada praktiknya
banyak hal yang dipertimbangkan seperti irigasi, iklim mikro, fenomena enso,
dll.
Artinya banyak bidang keilmuan yang terlibat dalam
sebuah keputusan untuk mengurangi resiko merosotnya produksi pangan. Iantas
kenapa pemerintah tidak melakukan management resiko, dan cenderung memperbaiki
resiko yang terjadi. Prediksi “cuaca buruk” hanya sebatas prediksi tanpa adananya
tindakan lebih lanjut. Merosotnya produksi pangan, banjir, longsor, hal
tersebut dapat diprediksi. Prediksi tersebut hanya menyatakan waspada hujan
lebat di daerah A, B dan C, seharusnya waspada hujan lebat dan potensi banjir
selutut di daerah A, genangan air di daerah C dll. Atau dalam hal produksi
pangan harusnya ada himbauan kepada petani, bahwa tiga bulan ke depan akan
hujan terus tanamlah tanaman yang sesuai. Semua kembali kepada pemerintah, para
ahli, dan masyarakat itu sendiri. Maukah kita menghindari loss and failure daripada membenahi loss and failure ?
AUGUST 2015: Play at the Best UK Casinos - JTG Hub
ReplyDeleteThe world-class online 광주광역 출장안마 casino 통영 출장샵 has been around since 1999 and is home to hundreds of table games 경상북도 출장마사지 and live casino games. The company 대전광역 출장안마 has created many 당진 출장샵 new